Dewasa ini seringkali kita mendengar tentang halal lifestyle atau gaya hidup halal. Yaitu sebuah gaya hidup yang tengah menjadi tren global dan mulai diterapkan di berbagai belahan dunia. Uniknya, bukan hanya negara muslim saja yang berupaya menerapkan gaya hidup ini, melainkan negara-negara yang berpenduduk mayoritas non muslim. Ini menandakan bahwa dunia memberi respon positif terhadap suatu sistem yang berbasis syariah Islam.
Maraknya tren halal lifestyle atau gaya hidup halal dalam ranah global membuka peluang besar bagi para pelaku bisnis terkait dan juga peluang dakwah bagi para pejuang sistem ekonomi Islam. Berdasarkan data dari International Trade Centre 2015 memaparkan bahwa populasi muslim di dunia sebanyak 1,8 milyar atau 25 persen dari total penduduk. Selain itu, total PDB dari sektor ekonomi Islam tahun 2015 mencapai 7,74 triliun US dollar atau 14,67 persen dari total PDB.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pelopor gaya hidup halal. Pemicunya yaitu tingginya angka penduduk Indonesia yang beragama Islam. Dengan total jumlah penduduk sebanyak 250 juta jiwa dan 81 persen dari total penduduknya adalah muslim, Indonesia dapat mengembangkan tren halal lifestyle atau gaya hidup halal dari beberapa sektor. Diantaranya sektor food, finance, travel, cosmetics, education, fashion, media recreation, pharmaceutical, medical care, dan art&culture. Namun sangat disayangkan dengan peluang yang besar tersebut, Indonesia masih berada di posisi terakhir dari 10 negara terbaik dalam Global Islamic Economy Report 2015-2016. Masih jauh jika dibandingkan dengan negeri tetangga yang menempati posisi pertama, Malaysia.
Lantas apa faktor penyebab belum maksimalnya Indonesia dalam menerapkan halal lifestyle ini? Bila diteliti, kesalahan yang terjadi adalah ketidaktahuan akan makna sebenarnya dari kata ‘halal’ dalam implementasinya. Padahal Indonesia berpeluang besar untuk menempati posisi teratas, terutama didorong oleh salah satu sektor yaitu fashion. Dengan penduduk yang mayoritas muslim, Indonesia dapat berdakwah sekaligus membuat tren fashion syar’ / islamic fashion di seluruh penjuru bumi.
Berikut adalah delapan poin kriteria ke’halal’an dalam islamic fashion. Pertama adalah pemakai. Halal atau haramnya suatu pakaian tergantung pada pemakainya. Jilbab adalah pakaian yang halal digunakan oleh perempuan. Namun akan menjadi haram hukumnya apabila laki-laki yang menggunakannya. Islamic fashion ini sedang menjamur di Indonesia.
Kedua adalah orang yang melihat. Seorang perempuan halal untuk memakai pakaian pendek jika dan hanya jika dilihat oleh mahramnya di dalam rumah. Hukumnya haram apabila dilihat oleh selain mahramnya. Karena Allah telah memerintahkan kaum hawa untuk menutup auratnya kecuali muka dan telapak tangan. Dan juga diperintahkan untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Ketiga yaitu motif penggunaan islamic fashion. Ada sebuah hadits yang berbunyi “Innamal a’malu bin niat”. Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat. Hadits yang singkat tetapi bermakna dalam, pun dalam fashion. Islamic fashion / pakaian yang digunakan haruslah diniatkan karena Allah, untuk beribadah dan mendapat ridho-Nya. Tidak boleh ada sedikitpun niat untuk ria ataupun merendahkan orang lain. Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri, terlebih menzholimi orang lain.
Keempat adalah desain dan gambar. Melalui islamic fashion ini pakaian yang dikenakan bukan hanya sebatas menutup aurat, tetapi juga harus syariah dalam motif pakaiannya. Umat muslim tidak diperbolehkan untuk mengenakan pakaian bergambar yang melanggar syariah Islam. Termasuk simbol-simbol yang tidak ada manfaatnya bagi yang melihat. Dalam mengaplikasikan islamic fashion seorang muslim haruslah memilah motif pakaian yang akan dikenakan. Karena ada sebuah hadits riwayat Ahmad yang berbunyi “Man tasyabbat biqoumin fahuwa minhum”. Artinya barang siapa mengikuti suatu kaum maka ia menjadi bagian daripada mereka”. Nauzubillah.
0 Komentar